Senin, 17 Februari 2014

Aku Harus Mencintainya



Dengan segenap logika dan perasaan, aku harus rela ia membersamaiku selama hampir 6 tahun. Meski aral-rintangan sering menghampiri kita. Tapi aku harus terus bertahan dengan alasan “sudah terlanjur basah” aiih, bolehkah alasan ini aku gunakan hingga detik ini? Bahkan untuk proyek masa depan selanjutnya? 

Harus dibersamai sesuatu yang akupun mencintainya secara parsial itu rasanya memang menggelitik. Semacam cerita klasik tapi memang masih berlaku untuk dekade ini. Seperti ingin jalan-lari-bahkan kabur dari semua ini, tapi tidak mungkin, kalau hal ini dilakukan, aku semacam anak kecil yang belum bisa menggunakan logika dengan normal saja. 

Sudahlah, hadapi saja apa yang sudah terbentang didepan matamu, apa yang sudah kamu pilih didalam hidupmu ini. Barangkali ini salah satu jalan yang akan mengantarkanmu pada mimpi-mimpi cantik yang sudah kamu rangkai, ya, barangkali. 

Hingga detik ini juga, aku masih mencari solusi yang mampu membuatku bertahan dan membuatku akan melanjutkannya di masa akan datang. Yeah, maybe. Mengkolaborasikan faktor X+Y sehingga menjadi Z itu butuh pemikiran khusus dan stock mood yang cukup banyak. I think~

Tugasku sekarang adalah menjadi manusia yang tidak mengenal kata menyerah apalagi berputus asa atas apa yang sedang aku tempuh. Huh! Harus aku implementasikan kata-kata ini, meski harus tertatih langkahku. Bisalah, ya kan?

Baca lagi sejarah orang-orang hebat yang pernah menempuh jalan ini sebelumnya. Jadikan mereka pemantik semangat si bungsu ini. Dan ternyata mereka memang sudah sangat mencintai apa yang mereka pilih (tentunya). 

Lagi-lagi, cinta menjadi kunci sebuah pilihan. Menjadi kunci segala kunci dari setiap episode kehidupan. Lantas timbul pertanyaan, bolehkan kita mencintai sesuatu secara parsial?

**
Ini hanya goresan aksara yang sedang menari menggelitik di benak. Menyaksikan realita (bahkan menjadi bagian dari pelakunya). Akankah aku bisa bertahan dengan demikian, seperti mereka yang sangat menikmati perannya dibalik meja. Disaksikan detak jam yang senantiasa bergulir tanpa menunggu apapun darimu, bahkan bisa saja ia membunuhmu. Akankah aku bisa? Itukah passion-ku?
**
Lagi-lagi tentang passion. Terimakasih pada konspirasi semesta yang membuatku mencintai hal lain yang baru saja membersamaiku. Sebut saja ia dunia menulis, sastra dan sejenisnya. Tetaplah bertahan membersamaiku hingga ruh berpamitan dengan jasad milikNya ini..

**
Selamat malam, langsung dari Bandung, Gg. Adikacih, kosan Ibu Mely.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar