Dengan segenap logika dan
perasaan, aku harus rela ia membersamaiku selama hampir 6 tahun. Meski aral-rintangan
sering menghampiri kita. Tapi aku harus terus bertahan dengan alasan “sudah terlanjur basah” aiih, bolehkah
alasan ini aku gunakan hingga detik ini? Bahkan untuk proyek masa depan
selanjutnya?
Harus dibersamai sesuatu yang
akupun mencintainya secara parsial itu rasanya memang menggelitik. Semacam cerita
klasik tapi memang masih berlaku untuk dekade ini. Seperti ingin
jalan-lari-bahkan kabur dari semua ini, tapi tidak mungkin, kalau hal ini
dilakukan, aku semacam anak kecil yang belum bisa menggunakan logika dengan
normal saja.
Sudahlah, hadapi saja apa yang
sudah terbentang didepan matamu, apa yang sudah kamu pilih didalam hidupmu ini.
Barangkali ini salah satu jalan yang akan mengantarkanmu pada mimpi-mimpi
cantik yang sudah kamu rangkai, ya, barangkali.
Hingga detik ini juga, aku
masih mencari solusi yang mampu membuatku bertahan dan membuatku akan
melanjutkannya di masa akan datang. Yeah, maybe.
Mengkolaborasikan faktor X+Y sehingga menjadi Z itu butuh pemikiran khusus dan stock mood yang cukup banyak. I think~
Tugasku sekarang adalah menjadi
manusia yang tidak mengenal kata menyerah apalagi berputus asa atas apa yang
sedang aku tempuh. Huh! Harus aku implementasikan kata-kata ini, meski harus
tertatih langkahku. Bisalah, ya kan?
Baca lagi sejarah orang-orang
hebat yang pernah menempuh jalan ini sebelumnya. Jadikan mereka pemantik
semangat si bungsu ini. Dan ternyata mereka memang sudah sangat mencintai apa
yang mereka pilih (tentunya).
Lagi-lagi, cinta menjadi kunci
sebuah pilihan. Menjadi kunci segala kunci dari setiap episode kehidupan. Lantas
timbul pertanyaan, bolehkan kita mencintai sesuatu secara parsial?
**
Ini hanya goresan aksara yang
sedang menari menggelitik di benak. Menyaksikan realita (bahkan menjadi bagian
dari pelakunya). Akankah aku bisa bertahan dengan demikian, seperti mereka yang
sangat menikmati perannya dibalik meja. Disaksikan detak jam yang senantiasa
bergulir tanpa menunggu apapun darimu, bahkan bisa saja ia membunuhmu. Akankah aku
bisa? Itukah passion-ku?
**
Lagi-lagi tentang passion. Terimakasih pada konspirasi
semesta yang membuatku mencintai hal lain yang baru saja membersamaiku. Sebut saja
ia dunia menulis, sastra dan sejenisnya. Tetaplah bertahan membersamaiku hingga ruh berpamitan dengan jasad milikNya ini..
**
Selamat
malam, langsung dari Bandung, Gg. Adikacih, kosan Ibu Mely.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar