Kamis pagi, setelah
sahur, sholat subuh dan dzikir al-ma’tsurat saya sedikit tertarik dengan
tayangan di salah satu stasiun TV swasta. Di tayangan tersebut, menceritakan
perjalanan seorang reporter di sebuah Negara, Negara itu adalah Korea Selatan
dan menceritakan kisah para muallaf disana. Bisa kita bayangkan, bagaimana
kuantitas dan keadaan ummat muslim dinegara seperti Korsel tersebut. Muslim disana
sangatlah minoritas, situasi dan kondisi disana seakan tidak mendukung
keberadaan seorang ummat muslim. Gak perlu kita berpikir jauh-jauh untuk berda’wah
secara bebas disana seperti layaknya di Indonesia, untuk mereka mencari makanan
yang halal dan thoyyib saja sangatlah sulit.. inilah sebagian potret keadaan
saudara seiman kita disana.
Sang reporter pun
mengunjungi salah satu masjid yang ada disana, masjid tersebut sangat ramai
oleh para ummat muslim bermata sipit. Ternyata di masjid tersebut terdapat
kegiatan seperti kajian islam, pada kajian itu dihadiri oleh para ummat muslim
yang ber-usia antar 17 tahun s/d 30 tahun. Wajah mereka sangat antusias
mengikut kajian tersebut, kajian tersebut rutin tiap pekannya. Didalam kajian
ada banyak hal yang dibahas oleh moderator, dari ilmu fiqh, sharing antar
muallaf sampai games sehingga tidak membosannka. Yang uniknya lagi, para
peserta berasal dari seluruh penjuru dunia (tidak semuanya orang Korea) tapi
itu bukan berarti menjadi kendala dalam kajian tersebut. Karena ada moderator
yang menerjemahkan bahasa pembicara, baik ke bahasa Korea maupun bahasa
Inggris.
Selepas reporter
mengikuti kajian tersebut, reporter
mewawancarai beberapa muallaf. Muallaf yang pertama bernama, sebut saja
Abdullah (nama setelah muallaf). Pada awalnya Abdullah hanya mengkaji kisah
seorang manusia yang bernama Muhammad SAW, ia tertarik sehingga ia terus mencari
tau. Pada awalnya, yang ia tau nama Muhammad hanyalah sebuah tulisan Arab,
tidak lebih. Namun, setelah ia mengkaji lebih lanjut ternyata Muhammad SAW
adalah sosok Nabi dan sosok suri tauladan yang baik. Kemudian ia memutuskan
untuk segera memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini pun
ia beri tahu kepada keluarganya yang menganut agama Khatolik yang alim, pada
awalnya keluarga Abdullah kecewa dengan keputusannya, tapi Alhamdulillah akhirnya
menghargai akan keputusan itu. Jika Abdullah sedang beribadah-pun keluarganya
tidak ada yang mengganggu. “ini adalah
tugas saya, saya harus memberitahukan kepada keluarga saya, bahwa hanya ajaran
Islam-lah yang benar dan Islam adalah sebaik-baik agama” pernyataan ini
sungguh membuat saya tersentuh dan malu, begitu kuat tekad seorang muallaf ini
padahal ia ‘baru saja’ mengenal Islam. Kemudian ia berkata “Asyhadu alla ilaha illallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” ini adalah dua
kalimat syahadat yang berfungsi sebagai pengingat bahwa ia adalah seorang
muslim. Subhanallah..
Kemudian reporter bertemu dengan seorang muslimah Korea yang
seorang muallaf juga, Isro namanya. Kini ia berusia 17 tahun, usia yang masih
sangat belia untuk mengambil keputusan pindah agama. Tapi ketika hidayah Allah
sudah datang, maka tak satupun yang dapat mencegahnya. Isro kini bersekolah
disekolah Kristen, hingga saat ini pun ia masih merahasiakan status
ke-islamannya pada keluarga dan teman-teman sekolah. Lalu di berujar “saya akan mengatakan hal ini pada keluarga
saya, karena ini adalah tugas saya” dengan senyuman ia berkata seperti itu.
Saat ini-pun ia memutuskan untuk menggunakan kerudung ia berkata “dengan menggunakan kerudung, saya lebih
terlindungi dan saya lebih dikenal sebagai seorang muslimah” subhanallah
begitu mantap tanpa rasa ragu dan malu Isro berkata seperti itu. Tapi,
sayangnya ia hanya bisa menggunakan kerudung diluar rumah dan diluar sekolah. Karena
keluarga belum ada yang tahu mengenai hal ini, tapi jujur..saya sungguh sangat
salut dan kagum pada seorang Isro. Dan ia juga berkata “saya ingin menikah dengan seorang muslim, agar saya bisa bebas
menggunakan kerudung” semoga impianmu terkabul saudaraku J.
Inilah potret Salman Al-Farisi era modern, kedua orang muallaf
tadi dengan bangga, tanpa rasa malu mengatakan bahwa mereka adalah seorang
muslim. Dengan tekad yang kuat pula mereka terus belajar, belajar dan belajar
mengenai Islam. Mereka juga terus bertahan ditengah keadaan yang sangat
minoritas disana, dengan keadaan keluarga mereka yang sangat bertolak belakang
dengan jalan yang mereka pilih.
Potret saudara kita yang disana bisa menjadi cambukan khusus untuk
kita sendiri. Sudahkah kita bangga dengan status ke-islaman kita? Sudahkah kita
bangga dengan kerudung yang kita gunakan saat ini? Sudahkah kita bersyukur atas
agama yang kita tempuh atas dasar nasab orang tua kita? Dan apakah Islam hanya
menjadi status saja atau tidak??? Semua pertanyaan ini wajib kita renungi
saudaraku..
Allah-pun berfirman dalam surat cintaNya :
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu".
(Qs.
Al-Fushshilat : 30)
Wallahu’alam bishowab..
Jakarta, 2
agustus 2012
20.23 WIB
20.23 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar